top of page
Search
Writer's pictureWelly Eluama

Bahasa Indonesia (Kelas XII/Pertemuan VIII) (10 MARET 2021)




kaidah kebahasaan kritik esai adalah:

a. Menggunakan kalimat yang efektif dengan susunan SPOK (Subjek, Predikat, Obyek, dan Keterangan) yang jelas.

Contoh:

1. Ibu Leny meyelesaikan materi pembelajarannya di ruang UKS

S P O K

2. Presiden berkunjung ke Sumba

S P K


b. Bahasa baku sesuai kaidah bahasa Indonesia dan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Tujuannya agar esai dapat dibaca dan dipahami banyak orang.

Contoh Kata Baku dan Tidak Baku

· Abjad (kata baku) - Abjat (kata tidak baku)

· Akhirat - Akherat.

· Aksesori - Asesoris.

· Aktif - Aktip.

· Akuarium - Aquarium.

· Aluminium - Almunium.

· Ambulans - Ambulan.

· Analisis - Analisa

c. Pengungkapan ide atau gagasan disampaikan secara runtun dan logis. Pola pikir penulis esai dapat ditengarai dari logis tidaknya sebuah tulisan.

d. Menghindari kalimat panjang bertele-tele. Gunakan kalimat pendek dengan pemakaian kata seperlunya. Sehingga gagasan dapat dicerna dengan baik oleh pembaca.

e. Menggunakan kata rujukan atau referensi.

Rujukan kata yaitu kata yang merujuk pada kata lain yang sudah diungkapkan sebelumnya. Kata rujukan dikatagorikan menjadi beberapa bagian, antara lain:

· Kata rujuk benda atau hal. Contoh : ini, itu, tersebut.

· Kata rujuk tempat. Contoh : disini, disana, disitu.

· Kata rujuk orang. Contoh : dia, ia, beliau, mereka, -nya


Contoh:

1. SMTK adalah sekolah keagamaan. Sekolah ini banyak menerapkan nilai religiusnya.

Sekolah ini merujuk pada SMTK.



Tugas


1. Bacalah teks berikut dengan saksama kemudian identifikasilah masing-masing dua aspek kebahasaan teks tersebt!


Mengupas Tuntas Siberut Siberut, beserta orang-orang di dalamnya menyimpan sejarah perlawanan yang panjang terhadap kekuasaan dan politik ekologi di Indonesia. Ia merupakan salah satu pulau paling besar di Kepulauan Mentawai. Dari sanalah Darmanto dan Abidah Billah Setyowati bertemu dalam satu pembahasan. Darmanto merupakan peneliti perladangan tradisional Mentawai, yang juga bekerja sama dengan UNESCO (United Nation Educational Scientific and Cultrural Organization). Darmanto pertama kali menjejakan kaki di Siberut tahun 2003. Sedangkan Abidah menyelesaikan tesis untuk Universitas Hawaii. Pada awal pembuatan buku ini, sekitar tahun 2007, mereka menghabiskan tiga tahun untuk menjabarkan perebutan kekuasaan yang kompleks di Hutan Siberut.


Mereka pun menyusun Berebut Hutan Siberut: Orang Mentawai, Kekuasaaan, dan Politik Ekologi (2012). Buku ini terdiri dari sepuluh bab. Masing-masing bab memiliki satu pembahasan yang utuh dan dapat dibaca secara terpisah. Namun penempatan urutan bab memudahkan pembaca mengenal Siberut beserta kompleksitasnya secara sistematik dan lebih mendalam. Pembaca akan mengenal sejarah panjang Siberut pada lima bab awal. Sedangkan pada lima bab setelahnya, lebih banyak menceritakan Orang Siberut serta interaksinya terhadap kekuasaan lain. Darmanto dan Abidah menjabarkan kondisi alam Siberut dengan proporsional. Sehingga pembaca yang buta mengenai pulau ini bisa meraba suasana hutan lewat penjelasannya. Meski tidak terfokus pada penelitian berbasis geologi maupun biologi, tetapi tidak serta merta melepaskan aspek tersebut pada pembentukan keunikan Pulau Siberut. Ini menjadi nilai lebih karena tak banyak buku yang menjelaskan sejarah Sisberut secara tuntas.

Di sisi lain, Orang Siberut digambarkan secara polos dan apa adanya. Penulis tidak melebih-lebihkan atau menutupi kenyataan, bahwa Orang Siberut tidak memiliki tujuan mulia untuk melestarikan hutan. Mereka hidup dengan adat dan roh-roh yang selama ini mereka percayai. Mereka memiliki penguasaan hutan yang dikelola secara tradisional. Semua hubungan tersebut tercampur baur dalam politik ekologi. Di mana hutan tidak akan pernah lepas dari kehidupan manusia, begitu juga sebaliknya. Namun yang harus diperhatikan adalah bagaimana manusia memperlakukan hutan tersebut. Apa yang terjadi dengan Siberut tentu masih sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini. Di mana kekuasaan memegang peran besar dalam kendali terhadap hutan maupun lahan. Orang Siberut, pemerintah, maupun perusahaan memiliki kepentingan tersendiri terhadap hutan. Mana yang harus dibela? Buku ini tidak mengungkapkannya. Ia hanya memaparkan kondisi sebenarnya sehingga pembaca dapat menyimpulkan sendiri.


Buku ini baik dalam mengungkapkan seluk-beluk suatu wilayah secara gamblang. Ia mengungkapan suatu hubungan antara hutan dan kekuasaan yang membayanginya. Baik itu kekuasaan oleh penduduk asli, pemerintah, perusahaan, atau lainnya. Namun, masih terdapat beberapa narasi yang kering. Mungkin itu karena ada beberapa kutipan panjang yang ditampilkan dalam satu paragraf, tanpa narasi yang lebih detail. Kurang lebih bentuknya sama seperti tesis. Tentu hal ini tidak mengurangi kecukupan informasi pembaca mengenai Siberut. Namun, untuk ukuran buku, narasi yang menarik tentu akan sangat membantu. Apa yang Darmanto dan Abidah suguhkan dalam buku ini sangat berguna bagi mereka yang bergelut dalam gerakan masyarakat, reforma agraria, serta ketegangan antar kekuasaan bekerja. Pembacaan yang gamblang pada suatu perebutan hutan, menjadi pelajaran penting untuk menentukan keberpihakan.

83 views0 comments

Recent Posts

See All

Kaidah Kebahasaan Artikel

1. Rujukan Kata Apa itu rujukan kata? Rujukan kata merupakan suatu kata yang merjuk kepada kata lainnya. Suatu kata dapat dikatakan...

Comments


bottom of page